Makalah
Teknik Budidaya Tanaman Pala
BAB. I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Tanaman Pala (Myristica fragrans
Houtt) merupakan tanaman asli Indoesia, sudah terkenal sebagai tanaman rempah
sejak abad ke 18. Sampai saat ini Indonesia merupakan produsen pala terbesar
dunia (70-75%). Negara produsen lainnya adalah
Grenada sebesar 20-25%, kemudian selebihnya India, Srilangka dan Malaysia.
Komoditas pala Indonesia sebagaian
besar dihasilkan oleh perkebunan rakyat yaitu sekitar 98.84%, dengan pola
budidaya ektensif jarang dipelihara. Luas areal pertanaman pala di Indonesia
pada tahun 1996 mencapai 60.735 ha menurun menjadi 43.873 ha tahun 2000.
Produksi tahun 2000 sekitar 7.587 ton, produktivitas tahun 1999 mencapai 482.8
kg/ha dengan total produksi sekitar 19.163 ton ( BPS, 2000).
Hasil yang diambil dari pala yang
diperdagangkan di pasaran dunia adalah biji, fuli, dan minyak atsiri serta
daging buah yang digunakan untuk industri makanan di dalam negeri. Biji dan
fuli digunakan dalam industri pengawetan ikan, pembuatan sosis, makanan kaleng
dan sebagai adonan kue, karena minyak atsiri dan lemak yang dikandungnya
memberikan aroma merangsang nafsu makan. Minyak pala dari hasil penyulingan
merupakan bahan baku industri obat-obatan, pembuatan sabun, parfum dsb.
Ekspor pala Indonesia tahun 1995
mencapai 2.976 ton dengan nilai 5.197.590 US $, sedangkan fulinya 1.63 ton
dengan nilai 10.011.433 US $. (BPS, 1995). Pada tahun 2000, nilai ekspor
mencapai 10.000 ton dengan nilai 39.000.000 US $ (BPS, 2000). Harga pala
Indonesia di pasar dunia saat ini masih lebih rendah dibanding pala Grenada,
hal ini diduga karena mutu yang kurang baik dan tidak dikuasainya sistem
perdagangan luar negeri, meskipun pala Indonesia diketahui mempunyai aroma yang
lebih baik.
I. 2. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, yang menjadi
permasalahan dalam makalah ini yaitu:
a. Sejarah dan Penyebaran Tanaman Pala.
b. Sistematika dan Morfologi Tanaman Pala
c. Syarat Tumbuh Tanaman Pala
d. Teknik Budidaya Tanaman Pala.
e. Pengolahan dan Penganekaragaman Hasil
I. 3. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam
makalah ini yaitu :
a. Untuk mengetahui sejarah dan penyebaran
tanaman pala
b. Untuk mengetahui sistematika dan
morfologi tanaman pala
c. Untuk mengetahui syarat tumbuh tanaman
pala
d. Untuk mengetahui teknik budidaya
tanaman pala
e. Untuk mengetahui cara pengolahan dan
penganekaragaman hasil tanaman pala.
I. 4. Manfaat
Dengan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut
:
a. Makalah ini diharapkan
menjadi salah satu bahan informasi bagi masyarakat secara umum.
b. Dapat memberikan informasi ilmiah
bagi petani dan instansi terkait tentang Budidaya Tanaman Pala.
BAB. II
PEMBAHASAN
II. 1. Sejarah dan Penyebarannya
Maluku merupakan pusat asal tanaman
pala dengan keragaman yang tinggi (Deinum, 1949). Tanaman ini termasuk salah
satu tanaman rempah-rempah yang menjadi rebutan bangsa-bangsa yang datang ke
Indonesia, antara lain bangsa Portugis tahun 1511. Biji dan fulinya dibawa ke
daratan Eropa dan dijual dengan harga yang sangat mahal. Harga yang tinggi ini
merupakan perangsang bagi bangsa-bangsa lain untuk datang ke Indonesia. Tahun
1600 V.O.C. menguasai perdagangan tanaman rempah-rempah di Maluku. J.P. Zoen
Coen menempatkan orang-orang yang dipercayai untuk mengelola hutan-hutan pala
tersebut, sebagai miliknya. Dengan segala macam usaha luas areal tanaman ini
dibatasi, tahun 1627 penduduk dilarang menanam tanaman selain daripada yang
ditetapkan oleh V.O.C dan yang sudah tua juga harus ditebang.
Tanaman pala kemudian dikembangkan
ke daerah Minahasa dan Kepulauan Sangir Talaud, Sumatra Barat dan Bengkulu
tahun 1748, kemudian menyusul di Jawa, Aceh, dan Lampung. Pada zaman kekuasaan
Inggris, tanaman ini disebarkan pada beberapa daerah jajahannya tetapi tidak
berhasil baik. Di Malaya dikalahkan oleh karet, di pulau kecil India Barat
(Grenada) dapat berhasil baik, sehingga daerah ini menjadi saingan Indonesia
dalam ekspor pala di dunia.
II. 2. Sistematika dan Morfologi
Tanaman
Sistematika pala Banda menurut CERE
(1961) adalah sebagai berikut :
- Kelas : Angiospermae
- Sub
klas : Dicotyledonae
- Ordo : Ramales
- Family : Myristicaceae
- Genus : Miristica
- Species : fragran HOUTT
Famili Myristicaceae hanya memiliki
satu genus dengan lebih
200 species yang tersebar di daerah tropis (Ridley, 1912). Beberapa species
pala yang memiliki arti ekonomi penting dan khususnya berfungsi sebagai
rempah-rempah, obat atau minyak atsiri.
● Deskripsi tanaman pala Menurut
Heyne (1927), Hadad dan Hamid (1990), Hadad
(1991) terdapat 8 jenis pala yang ditemukan di Maluku yaitu :
a. Myristica
succedawa BL., jenis ini di Ternate disebut Pala Patani
b. M.
speciosa Warb, dikenal dengan nama Pala Bacan atau pala Hutan,
c. M.
schefferi Warb dikenal dengan nama pala Onin atau Gosoriwonin,
d. M.
fragrans Houtt dikenal dengan nama Pala Banda ,
e. M. fatua Houtt dikenal dengan
nama laki-laki, pala Fuker (Banda) atau pala Hutan
(Ambon),
f. M.
argantea Warb dikenal dengan nama Pala Irian atau Pala Papua, (7) M. tingens BL. dikenal dengan nama Pala Tertia
dan
g. M.
sylvetris Houtt dikenal dengan nama Pala Burung atau Pala Mendaya (Bacan) atau Pala Anan (Ternate).
Hasil eksplorasi dari berbagai
daerah dan sentra produksi pala di kepulauan Maluku, Irian Jaya dan Sulawesi Utara,
telah terkumpul 430 nomor aksesi (Hadad et al, 1996). Dari nomor-nomor yang
berproduksi,12 diantaranya berumur genjah dengan variasi morfologi yang tinggi.
Namun demikian kekerabatan diantara nomor-nomor koleksi tersebut secara genetik
belum diketahui dengan pasti dan saat ini penelitian DNA molekuler, sex ratio,
hubungan kekerabatan dan lain-lain sedang dilakukan.
- Jenis
M. fragrans
Disebut juga sebagai pala asli atau
nutmeg tree dan berasal dari Pulau Banda (Deinum, 1949). Pala jenis inilah yang
umum dibudidayakan di Indonesia, India, Grenada dan Malaysia sebab kualitas
biji dan fulinya adalah yang terbaik (Heyne, 1927). Pala yang dikembangkan di
Sulawesi Utara juga sebagian berasal dari P.Banda walaupun demikian kualitasnya
tidak sebaik pala Banda yang dihasilkan dari P.Banda (Deinum,1949). Penampilan
pala Banda antara lain : Bentuk percabangan teratur, daunnya kecil sampai
sedang, buahnya bulat. Biji besar dan fulinya tebal dan keduanya berkualitas
baik, tebal dan harum khas pala (Hadad dan Syakir, 1992).
- Jenis
pala M. argantea
Disebut juga dengan pala Papua
memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Bentuk pohon bulat, tinggi, besar dan
rimbun. Percabangan tidak teratur. Daunnya tebal dan lebar. Ciri khas yang
paling menonjol adalah bentuk
buahnya lonjong dan besar. Daging buah yang tebal dan besar cocok untuk bahan manisan, asinan, minuman, dan bahan-bahan makanan serta minuman lainnya. Melihat keragaman pohonnya, pala jenis ini cocok sebagai pohon pelindung dan penghijauan.
buahnya lonjong dan besar. Daging buah yang tebal dan besar cocok untuk bahan manisan, asinan, minuman, dan bahan-bahan makanan serta minuman lainnya. Melihat keragaman pohonnya, pala jenis ini cocok sebagai pohon pelindung dan penghijauan.
- Jenis
pala M. speciosa
Dikenal dengan nama pala Hutan.
Bentuk pohonnya bulat dan rimbun, percabangan tidak teratur dan daunnya lebar
dan agak tipis. Ciri khasnya adalah buah dan bijinya terkecil sebesar biji
kacang tanah dengan fulinya yang paling tipis. Pala jenis ini hanya cocok
sebagai pohon pelindung dan penghijauan.
- Jenis
pala M. succedanea
Disebut pala Patani, banyak
dibudidayakan di Maluku Utara, bentuk pohon piramidal sampai lonjong, bentuk
buahnya agak lonjong sedangkan bijinya bulat sampai lonjong dan fulinya agak tebal.
Kualitas biji dan fulinya agak kurang dibandingkan pala Banda.
● Diskripsi tanaman pala menurut
Ochse (1931); Hadad dan Hamid (1990); Hadad
(1991) adalah sebagai berikut :
Bentuk pohon pala, berpenampilan
indah tinggi 10-20 m, menjulang tinggi ke atas dan ke pinggir, mahkota pohonnya
meruncing, berbentuk piramidal (kerucut), lonjong (silindris) dan bulat dengan
percabangan relatif teratur. Dedaunan yang rapat dengan letak daun yang
berselang seling secara teratur. Daunnya berwarna hijau mengkilap dan gelap,
panjang 5-14 cm dengan lebar 3-7 cm, tangkai daun 0.4-1.5 cm panjangnya. Cara
pembungaannya unisexual-dioecious, walaupun terdapat juga yang
polygamous/hermaphrodite. Buahnya bulat sampai lonjong, berwarna hijau
kekuning-kuningan, apabila masak akan berbelah dua, diameter 3-9 cm. Daging
buahnya/pericarp tebal dan rasanya asam. Biji berbentuk bulat sampai lonjong,
panjangnya 1.5-4.5 cm dengan lebar 1-2.5 cm. Warnanya coklat dan mengkilap pada
bagian luarnya. Kernel bijinya berwarna keputih-putihan. Fulinya merah gelap
dan ada pula yang putih kekuning-kuningan dan membungkus biji menyerupai jala
yang tebal dan ada yang tipis.
● Hasil
penelitian Hadad et al (2002) yang dilakukan di KP.Cicurug.
Menyatakan bahwa dari 430 aksesi
tanaman pala yang ditanam diketahui ada dua pohon yang mempunyai tingkat
produksi yang paling tinggi yaitu jenis
pala banda nomor 11 dan jenis pala patani nomor 33. Pala merupakan tanaman berumah dua (dioecious) dimana
bunga jantan dan bunga betina terdapat pada individu/pohon yang berbeda.
Sehingga untuk menentukan populasi tanaman dengan perbandingan jenis kelamin
jantan dan betina optimum pada pertanaman pala harus menunggu sampai tanaman
berbunga (lebih kurang 5 tahun).
● Deynum
(1949) mengemukakan bahwa dari 100 biji atau pohon pala rata- rata
terdapat 55 pohon betina, 40 pohon jantan dan 5 pohon yang hermaphrodite.
● Menurut Hadad dan Syakir (1992),bunga keluar dari ujung cabang dan ranting. Bunga betina mempunyai kelopak dan mahkota meskipun perkembangannya tidak sempurna. Warna bunga kuning, dengan diameter + 2.5 mm serta panjangnya + 3 mm. Mahkota bunga betina bersatu mulai dari bagian pangkal dan pada bagian atas terbuka menjadi 2 bagian yang simetris. Kelopak kecil dan menutup sebagian kecil dari bagian bawah mahkota. Di dalam mahkota terdapat bakal buah dengan garis tengah + 2.5 mm. Pada bagian ujung terdapat pestil yang bersatu dengan bakal
bunga. Kepala putik terbelah pada bagian ujungnya. Di dalam bakal buah terdapat bakal kulit biji dan bakal biji.
● Menurut Hadad dan Syakir (1992),bunga keluar dari ujung cabang dan ranting. Bunga betina mempunyai kelopak dan mahkota meskipun perkembangannya tidak sempurna. Warna bunga kuning, dengan diameter + 2.5 mm serta panjangnya + 3 mm. Mahkota bunga betina bersatu mulai dari bagian pangkal dan pada bagian atas terbuka menjadi 2 bagian yang simetris. Kelopak kecil dan menutup sebagian kecil dari bagian bawah mahkota. Di dalam mahkota terdapat bakal buah dengan garis tengah + 2.5 mm. Pada bagian ujung terdapat pestil yang bersatu dengan bakal
bunga. Kepala putik terbelah pada bagian ujungnya. Di dalam bakal buah terdapat bakal kulit biji dan bakal biji.
● Selanjutnya
Hadad dan Syakir (1992) menyatakan bahwa bentuk bunga jantan agak berbeda dengan bunga betina walaupun warna
bunganya juga kuning, dengan diameter
1.5 mm dan panjang +
3 mm. Mahkota dari bunga jantan
bersatu dari pangkal pada 5/8 bagian dan kemudian terbagi menjadi 3 bagian. Kelopak berkembang tidak
sempurna, bentuknya seperti cincin yang melingkar
pada bagian pangkal mahkota. Benang sari berbentuk silindris merupakan tangkai bersatu,
panjangnya + 2 mm. Sari
melekat pada tangkai tersebut
membentuk baris-baris yang jumlahnya 8 buah dan berpasangan. Antara baris dibatasi oleh jalur
kecil + 1/10 mm
lebarnya.
II. 3. SYARAT TUMBUH
A. Iklim.
Tanaman pala memerlukan iklim tropis
yang panas dengan curah hujan yang tinggi tanpa adanya periode kering yang
nyata. Rata-rata curah hujan di daerah asal tanaman pala yaitu Banda, adalah
sekitar 2.656 mm/th dengan jumlah hari hujan 167 hari merata sepanjang tahun.
Meskipun terdapat bulan-bulan kering, tetapi selama bulan kering tersebut masih
terdapat 10 hari hujan dengan sekurang-kurangnya 100 mm (Deinum, 1949 dalam
Flach, 1966). Menurut Ridley (1912) penanaman pala di Pulau Banda sampai dengan
ketinggian 458 meter diatas permukaan laut (Anon, 1974). Sedangkan Flach (1966)
di Pulau Papua tidak menanam tanaman pala melebihi ketinggian di atas 700 m
dari permukaan laut, sehingga tanaman pala dapat tumbuh baik pada ketinggian 0-700
m diatas permukaan laut.
Daerah-daerah pengusahaan tanaman
pala memiliki fluktuasi suhu yang berbeda-beda yaitu berkisar antara 180C - 340C. Deinum (1949) mengatakan bahwa
suhu yang terbaik untuk pertumbuhan tanaman pala antara 25 0C - 300C. Walaupun demikian para pakar
berpendapat, tanaman pala akan berkembang dengan baik di daerah tropis dengan
kisaran (fluktuasi) suhu yang tidak besar. Tanaman pala sangat peka terhadap
angin kencang, karenanya tanaman ini tidak sesuai diusahakan pada areal yang terbuka
tanpa tanaman pelindung atau penahan angin. Menurut keterangan Deinum (1949)
angin yang bertiup terlalu kencang, bukan saja menyebabkan penyerbukan bunga
terganggu, malahan buah, bunga dan pucuk tanaman akan lusuh berguguran (Anon,
1974).
Oleh karena itu daerah-daerah yang
tiupan anginnya keras, diperlukan tanaman pelindung yang ditanam
dipinggirannya. Akan tetapi tanaman pelindung yang terlalu rapat dapat
menghambat pertumbuhan pala, dan menjadi saingan dalam mendapatkan unsur hara.
B. Tanah
Tanaman pala memerlukan tanah yang
subur dan gembur, terutama tanah-tanah vulkanis, miring atau memiliki
pembuangan air yang baik atau drainase yang baik (Heyne, 1987). Menurut Flach
(1966) tanaman pala akan tumbuh baik pada tanah yang bertekstur dari pasir
sampai lempung (loam). Sedangkan Ridley (1912) mengemukakan bahwa makin rendah
tanah Clay semakin baik untuk pertumbuhan tanaman pala. Keadaan tanah dengan
reaksi sedang sampai netral (pH 5.5 - 7 ) merupakan rata-rata yang baik untuk pertumbuhan tanaman
pala, karena keadaan kimia maupun biologi tanah berada pada titik optimum.
Untuk pengusahaan tanaman pala di
daerah baru perlu sekali diperhatikan tentang kesesuaian iklim, jenis tanah,
suhu, pH tanah, drainase dan sebagainya agar tanaman dapat tumbuh dan menghasilkan
dengan baik.
II. 4. TEKNIK BUDIDAYA
A. Pengadaan
bahan tanaman untuk bibit
Pada dasarnya pengadaan tanaman pala
dapat dilakukan dengan beberapa cara
- Perbanyakan dengan biji
- Perbanyakan dengan cangkokan
- Perbanyakan dengan okulasi
- Perbanyakan dengan sambungan /
grafting
● Perbanyakan
dengan biji
Biji- biji pala yang akan digunakan
sebagai benih harus memenuhi beberapa syarat, antara lain :
-
Harus berasal dari pohon induk terpilih,
- Biji segar matang, panen berwarna
coklat muda dan tertutup penuh dengan
seludang fuli yang berwarna merah,
- Biji yang kering berwarna coklat
tua sampai hitam mengkilap dengan bobot
minimal 50 gram/biji, serta tidak terserang hama dan penyakit (Emmyzar, et al, 1989).
Setelah pemetikan haruslah
disemaikan dengan selambat lambatnya + 24 jam penyimpanan. Untuk mendapatkan benih dengan daya
kecambah yang tinggi, sebaiknya biji diambil dari pohon induk yang letaknya
berdekatan dengan pohon yang berbunga jantan. Pengecambahan, perlu dilakukan
sebab biji pala termasuk benih rekalsitran yang cepat menurun daya kecambahnya.
Perkecambahan dapat dilakukan dengan beberapa cara sbb :
- Sesaat
setelah panen segera lakukan seleksi benih dengan memilih benih yang tua ditandai dengan tempurung
mengkilat berwarna hitam kecoklatan,
bebas dari hama dan penyakit, tidak keriput dengan fuli tebal dan biji besar
- Sediakan
serbuk gergaji yang sudah lapuk atau jerami campur humus, dalam kotak atau bedengan pengecambahan
dengan lebar 0,50-1
meter dan panjang sesuai
kebutuhan. Siram dengan larutan gula 10 %,
biarkan selalu lembab. Kemudian letakan benih pala secar berbaris benih yang baru diseleksi
dengan jarak berdekatan (0,50 x 1 cm
atau 1 x 1 cm).
- Selanjutnya
tutup dengan karung goni atau daun rumbia atau kertas koran. Kelembaban harus selalu dijaga
- Untuk
mempercepat pengecambahan dapat diberi perlakuan pemecahan kulit/batok pangkal biji, sehingga retak atau belah
atau mengelupas dengan tidak merusak
daging bijinya. Dapat dilakukan pengikiran/hampelas
batok pangkal biji sehingga tipis
- Setelah
biji berkecambah, kemudian dilakukan pesemaian pada polibeg yang telah disediakan (diisi dengan media campuran kompos/pupuk kandang dan tanah. 1:1).
Pesemaian sangat diperlukan di dalam
pengadaan bibit untuk perkebunan pala.
Pembibitan ini merupakan langkah
awal dari penentuan terlaksananya usaha perkebunan tanaman tersebut. Pesemaian
dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengecambahkan biji dengan menggunakan
kotak yang telah diisi pasir halus, serbuk
sabut kelapa, serbuk gergaji yang sudah steril. Biji diatur sedemikian rupa dan bersentuhan dan bakal kecambah mengarah pada satu sisi yang sama. Setelah berumur 4-8 minggu, bakal akar sudah keluar dengan diikuti keluarnya kecambah, selanjutnya bisa dipindahkan ke polibag.
sabut kelapa, serbuk gergaji yang sudah steril. Biji diatur sedemikian rupa dan bersentuhan dan bakal kecambah mengarah pada satu sisi yang sama. Setelah berumur 4-8 minggu, bakal akar sudah keluar dengan diikuti keluarnya kecambah, selanjutnya bisa dipindahkan ke polibag.
Pesemaian dapat pula dilakukan pada
bedengan yang sudah disiapkan sebelum buah dipetik. Pesemaian ini sekaligus
berfungsi sebagai persemaian pemeliharaan dan diperlukan pengolahan tanah yang
sempurna. Jarak tanam pada pesemaian ini perlu diatur yaitu 15 x 15 cm atau 15
x 20 cm agar nanti pada saat pemindahan mudah diputar pada umur + 1 tahun dengan ketinggian + 1 meter. Pesemaian dapat juga
dilakukan langsung pada polibag ukuran 20 x 30 cm. Media yang digunakan berupa
campuran tanah dan pupuk kandang 2 : 1, polibag
diatur berjejer di bawah naungan dengan lebar 120 cm, sedangkan panjangnya tergantung situasi setempat. Dengan mempergunakan polibag akan mempermudah pemindahan bibit ke lapangan.
diatur berjejer di bawah naungan dengan lebar 120 cm, sedangkan panjangnya tergantung situasi setempat. Dengan mempergunakan polibag akan mempermudah pemindahan bibit ke lapangan.
● Perbanyakan
dengan cangkokan
Pada dasarnya mencangkok tanaman
pala sama dengan mencangkok tanaman lainnya. Pencangkokan tanaman adalah usaha
perbanyakan tanaman dengan tidak mengurangi sifat-sifat induknya. Pada umumnya
pohon-pohon yang akan dicangkok adalah dari pohon-pohon yang terpilih dan
cabang yang dicangkok adalah yang sudah berkayu tapi tidak terlalu tua atau
terlalu muda
Penelitian dengan cangkokan yang
dilakukan di Grenada berhasil dengan memuaskan. Dengan memilih cabang yang
cukup besar. pada jarak 15 cm dari batang, kulit dikupas lebih dari separuh
sepanjang 2-3 cm. Luka akibat pengelupasan ditutup, kemudian dibalut tanah yang
sebelumnya telah dicampur pupuk kandang. Pada umur 6 bulan setelah perlakuan ,
sudah keluar akar yang cukup banyak (Rismunandar, 1987).
Cara lain dari cangkokan yang dilakukan oleh Nicols dan Cricksbank dalam Rismunandar (1987) ialah dengan memilih cabang tanaman berdiameter rata-rata 1,5 cm. Cabang disayat dari bawah ke atas sepanjang 5 cm, luka akibat pemotongan ditutup dengan MOS yang telah dibasahi, selanjutnya dibungkus. Cangkokan akan mulai berakar pada umur 4-18 bulan.
Cara lain dari cangkokan yang dilakukan oleh Nicols dan Cricksbank dalam Rismunandar (1987) ialah dengan memilih cabang tanaman berdiameter rata-rata 1,5 cm. Cabang disayat dari bawah ke atas sepanjang 5 cm, luka akibat pemotongan ditutup dengan MOS yang telah dibasahi, selanjutnya dibungkus. Cangkokan akan mulai berakar pada umur 4-18 bulan.
● Perbanyakan
dengan okulasi
Perbanyakan dengan okulasi pada
tanaman pala dilakukan sebagaimana pengokulasian tanaman lainnya, yaitu dengan
cara okulasi T terbalik atau cara Fokkert yang disempurnakan. Hanya untuk
mendapatkan mata tunas dari entres yang dekat dengan daun yang utuh sangat
sulit sebab kebanyakan diperoleh mata tidur, tetapi pada percabangan yang sudah
tua dan besar selalu mata tunas tersebut dapat
tumbuh segera setelah dilakukan pemotongan cabang bagian ujung. Hal ini yang menyebabkan pelaksanaan okulasi pada tanaman pala selalu gagal, karena mata entres jauh lebih tebal atau lebih besar dari diameter batang bawah.
tumbuh segera setelah dilakukan pemotongan cabang bagian ujung. Hal ini yang menyebabkan pelaksanaan okulasi pada tanaman pala selalu gagal, karena mata entres jauh lebih tebal atau lebih besar dari diameter batang bawah.
● Perbanyakan
dengan sambungan (grafting)
Ada dua cara yang bisa dilakukan,
yaitu penyambungan pada pucuk dan susuan.
- Sambungan
pada pucuk (enten)
Cara ini merupakan cara yang banyak
dilakukan pada penyambungan tanaman yang sulit diokulasi. Penyambungan ini
dilakukan pada umur bibit 3-4 bulan setelah berkecambah. Ambil entres dari
tunas ortotrop yang besarnya sama dengan batang bawah. Cara penyambungan
tanaman (batang bawah) dipotong pada bagian pucuk + 3 - 5 cm, pada ketinggian 15 - 20 cm dari permukaan tanah, lalu dibelah + 1 - 1.5 cm. Ambil entres berdaun 4 - 6 dari tunas ortotrop, buang daun
bagian bawah 2-4 lembar pada bagian pangkal, entres diruncingkan pada bagian
kiri dan kanan sehingga berbentuk V. Selanjutnya masukkan belahan pada batang
bawah tadi, lalu
diikat dengan tali plastik es, untuk mendapatkan keberhasilan yang sempurna, bibit sambungan tadi ditaruh di dalam bedengan dan tutup dengan sungkup plastik. Perlu disiram pagi dan sore hari seperlunya dan jangan sampai air berlebihan. Bila bibit cukup banyak, sebaiknya bibit jangan disungkup individu tapi disungkup dalam kurungan plastic
diikat dengan tali plastik es, untuk mendapatkan keberhasilan yang sempurna, bibit sambungan tadi ditaruh di dalam bedengan dan tutup dengan sungkup plastik. Perlu disiram pagi dan sore hari seperlunya dan jangan sampai air berlebihan. Bila bibit cukup banyak, sebaiknya bibit jangan disungkup individu tapi disungkup dalam kurungan plastic
- Susuan
(apprough / grafting)
Bibit yang berumur + 4 bulan dimana pertengahan batang
mulai beralih dari warna hijau ke merah kecoklatan adalah yang terbaik untuk
disambung secara susuan lalu dicari tunas yang sama besarnya (sebaiknya tunas
tegak lurus) pada pohon induk terpilih, lalu disayat pada sisi bagian tengah
sepanjang 3 - 5 cm dan tebal 2 - 4 mm, demikian pula pada batang
bawah bibit tadi. Bekas sayatan pada bibit dan tunas tadi ditempelkan pada luka
yang sama, usahakan kedua kambium bertemu, kemudian diikat dengan tali plastik
es dimulai dari bawah ke atas secara rapat dan kuat, agar air tidak masuk,
biasanya pada umur 60 -
75 hari penyambungan susuan itu sudah bersatu dan sudah bisa dipotong + 5 cm dibawah sambungan pada tunas
pohon induk (entres), bekas luka diolesi dengan ter tanaman untuk menghindari
infeksi, sedang batang bagian atas dari sambungan pada bibit (batang bawah)
sebaiknya jangan terus dipotong, tetapi disayat + 7 cm diatas sambungan lalu
dirundukkan ke bawah,setelah 15 - 20 hari baru dipotong.
Bibit setelah putus dari pohon induk
ditaruh di tempat teduh dengan intensitas penyinaran + 25 %, dan secara perlahan-lahan
ditingkatkan dengan cara membuka atap/pelindung sedikit demi sedikit. Hal ini penting, untuk memberi kesempatan pertumbuhan akar, sehingga pada penanaman di kebun akan mengurangi gangguan akar. Bibit yang disemai dalam polibag, penanamannya dapat langsung ke lapangan.
ditingkatkan dengan cara membuka atap/pelindung sedikit demi sedikit. Hal ini penting, untuk memberi kesempatan pertumbuhan akar, sehingga pada penanaman di kebun akan mengurangi gangguan akar. Bibit yang disemai dalam polibag, penanamannya dapat langsung ke lapangan.
B. Persiapan
lahan
Sebelum bibit ditanam, kebun harus
sudah dipersiapkan. Pada garis besarnya, persiapan lahan meliputi kegiatan
sebagai berikut :
● Pemangkasan
semak belukar dan penebangan pohon-pohon (kebun yang baru dibuka). Sebaiknya pembukaan areal ini dilakukan
pada musim kemarau, sehingga
semak belukar tersebut tidak cepat tumbuh kembali.
● Pengolahan tanah, dimaksudkan untuk menggemburkan tanah, menyingkirkan akar dan sisa-sisa tanaman serta menciptakan areal yang serasi. Pengolahan tanah pada areal miring harus dilakukan menurut arah melintang lereng (contour). Efek utama pengolahan tanah menurut cara ini adalah terbentuknya alur yang dapat menghambat aliran permukaan dan menghindari terjadinya penghanyutan tanah bagian atas (erosi). Pada
tanah dengan tingkat kemiringan 20 % perlu dibuat teras dengan ukuran + 2 m (disesuaikan dengan keadaan solum tanah, makin dalam solum makin lebar ukuran teras) atau dapat pula dibuat teras terusan dengan penanaman sistem contour.
● Pengolahan tanah, dimaksudkan untuk menggemburkan tanah, menyingkirkan akar dan sisa-sisa tanaman serta menciptakan areal yang serasi. Pengolahan tanah pada areal miring harus dilakukan menurut arah melintang lereng (contour). Efek utama pengolahan tanah menurut cara ini adalah terbentuknya alur yang dapat menghambat aliran permukaan dan menghindari terjadinya penghanyutan tanah bagian atas (erosi). Pada
tanah dengan tingkat kemiringan 20 % perlu dibuat teras dengan ukuran + 2 m (disesuaikan dengan keadaan solum tanah, makin dalam solum makin lebar ukuran teras) atau dapat pula dibuat teras terusan dengan penanaman sistem contour.
● Sebelum
dilakukan pembuatan lubang tanam, ditentukan dahulu jarak tanam yang akan digunakan. Pada umumnya
jarak tanam untuk tanaman pala
ialah 9 x 10 m dengan sistem bujur sangkar atau 10 x 10 m. Dengan jarak tanam tersebut dahan-dahannya tidak akan
bersilangan dan dengan keadaan ini
kapasitas untuk berproduksi adalah maksimal pada umur dewasa (Flach, 1966). Pembuatan lubang tanam biasanya berukuran
60 x 60 x 60 cm. Pada tanah yang berliat
tinggi, sebaiknya ukuran lubang tanam
lebih besar 100 x 100 x 100 cm. Tanah lapisan atas dan lapisan bawah dipisah, karena kedua
lapisan tersebut mengandung unsur yang berbeda.
Setelah pembuatan lubang tanam berumur lebih satu bulan, tanah dikembalikan, lapisan bawah kembali ke
lapisan bawah dan lapisan atas
setelah dicampur dengan pupuk kandang matang, baru dimasukkan kembali ke dalam lubang bagian atas. Dua atau
tiga minggu kemudian penanaman dapat
dilakukan.
C. Penanaman
Bibit yang akan ditanam biasanya
yang telah berumur lebih satu tahun dan tidak lebih dari dua tahun. Kalau bibit
lebih dari ketentuan tersebut, akibat lama dipembibitan, pertumbuhannya akan
terlambat, sebab akar sudah berlipat-lipat. Sebaiknya penanaman dilaksanakan pada
awal musim penghujan agar ketersediaan air terjamin.
Cara penanaman adalah dengan membuat
lubang tanam kecil ditengah lubang tanam awal, setinggi dan selebar keranjang
atau polibag bibit, lalu polibag disayat dari atas ke bawah dengan pisau secara
hati-hati agar akar dan tanah dalam polibag tersebut tidak rusak, kemudian
dilakukan penanaman sampai leher batang terkubur tanah, lalu tanah dirapihkan
kembali. Uintuk menjaga tanaman muda dari sengatan matahari langsung perlu
dibuatkan naungan dari tiang bambu atau kayu dengan atap daun kelapa atau
alang-alang, sampai tanaman betul-betul tahan dari sinar matahari.
Pola
Tanam
Dalam upaya meningkatkan pendapatan
petani, salah satu upaya adalah dengan memanfaatkan lahan seoptimal mungkin,
dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan memperhatikan syarat tumbuh dari
setiap tanaman itu sendiri. Peluang tanaman pala sebagai tanaman pokok atau pun
sebagai tanaman sela sangat memungkinkan karena banyak lahan diantaranya belum
dimanfaatkan secara optimal. Untuk menentukan/ mendapatkan jenis tanaman apa
yang tepat bergandengan dengan tanaman pala, beberapa hal yang perlu di
perhatian adalah sebagai berikut :
- Kesesuaian
lingkungan yang diartikan sebagai kecocokkan lahan untuk tanaman tersebut.
- Tidak
bersifat saling merugikan baik terhadap tanaman sela atau tanaman pokok.
- Tidak
menimbulkan persaingan, terutama dalam pengambilan zat makanan.
- Tidak
memiliki kesamaan sebagai inang timbulnya hama atau penyakit.
- Memiliki
kemampuan saling menguntungkan.
- Tanaman
tersebut memiliki nilai ekonomis.
- Berwawasan
lingkungan, artinya berkemampuan mengawetkan alam.
Sehingga kelestariannya tetap
terjamin sesuai konsep ekologi yang diinginkan bersama. Sebagai contoh upaya
menekan sekecil mungkin tingkat erosi tanah yang kelak dapat menurunkan tingkat
kesuburan tanah. Peluang tanaman pala sebagai tanaman sela jumlahnya tergantung
umur tanaman pokok, pada tanaman kelapa berumur 10 tahun, tanaman pala dapat
tumbuh dan berproduksi cukup baik sebagai tanaman sela diantara tanaman kelapa.
Sedangkan sebagai tanaman pokok, tanaman pala dapat dipola tanamkan dengan
berbagai jenis tanaman palawija, tanaman temu-temuan serta berbagai tanaman
obat. Jarak tanam pala yang biasa dipergunakan adalah 10 x 10 m, dengan jarak
tanam tersebut banyak lahan yang kosong terutama pada saat tanaman pala berumur
dibawah 4-5 tahun, lahan ini dapat dimanfaatkan untuk ditanami berbagai jenis
tanaman semusim misalnya tanaman palawija.
D. Pemeliharaan
Untuk menjamin keberhasilan
berproduksi di masa mendatang, maka sejak awal pertanaman pala perlu
pemeliharaan yang baik, di antara kegiatan pemeliharaan pertanaman pala adalah
:
● Penanaman
pohon pelindung,
Tanaman muda umumnya tidak tahan
terhadap panas sinar matahari langsung, sehingga diperlukan naungan serta
penanaman pohon pelindung yang sekaligus sebagai penahan angin karena tanaman
pala sangat peka terhadap angin yang keras.
Beberapa pohon pelindung dapat
digunakan diantaranya Albazia, Lamtoro, Glirisidia dan berbagai jenis tanaman
leguminosae lainnya. Setelah tanaman pala berumur 3 - 4 tahun, pohon pelindung dapat
dikurangi secara bertahap.
● Penyulaman
Bibit yang mati, dan yang
pertumbuhannya terhambat sebaiknya segera dilakukan penyulaman agar tidak
menjadi parasit dalam usaha pertanaman pala. Kegiatan penyulaman ini dapat
dilakukan sejak umur satu bulan setelah tanam.
● Penyiangan
Biasanya setelah tanaman berumur 2 - 3 bulan, rumput dan tanaman
pengganggu lainnya disekitar pertanaman pala sudah banyak yang tumbuh. Hal ini
menimbulkan persaingan tanaman pala dengan rerumputan tersebut dalam penggunaan
unsur hara, oleh sebab itu perlu dilakukan penyiangan agar persaingan dalam
pengambilan unsur hara dapat diperkecil, sehingga tanaman pala tumbuh dan
berkembang dengan baik. Untuk selanjutnya penyiangan cukup dilakukan sekitar
piringan tanaman yang pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan
perkembangan gulma.
perkembangan gulma.
● Pemupukan
Untuk menjamin ketersediaan unsur
hara yang diperlukan oleh tanaman pala terutama unsur makro (N, P dan K ) di
dalam tanah, bagi pertumbuhan dan produksi tanaman, maka diperlukan pemupukan.
Dosis pemupukan yang dianjurkan berdasarkan tingkat umur untuk tanaman pala.
● Pengendalian
Hama dan Penyakit
Disamping perbaikan teknik bercocok
tanam, perlu pula diupayakan penanggulangan serangan hama dan penyakit sehingga
kelangsungan pertanaman serta kualitas dan kuantitas produksi dapat terus
dipertahankan malah dapat ditingkatkan.
- Hama-hama yang sering dijumpai
menyerang biji pala adalah Oryzaephilus
Mercator (Faufel) dan Areacerus fasciculatus.
Kedua hama ini bersifat kosmopolitan
dan menyebabkan kerugian besar terutama pada produk-produk dalam simpanan. Hama
lain adalah yang menyerang batang yaitu Batocera hercules. Hama ini banyak ditemukan
di Sulawesi Utara dengan tingkat serangan yang cukup tinggi. Usaha pengendalian
terhadap hama yang menyerang biji yang sudah
berada digudang-gudang adalah dengan melakukan fumigasi Methyl Bromida.
Sedangkan penyemprotan insektisida kontak dapat pula dilakukan untuk serangan
di lapang dengan menggunakan insektisida Malathion. Pengendalian terhadap hama
penggerek batang adalah dengan memberikan insektisida pada kapas kemudian
dimasukkan pada semua lobang gerekan dan kemudian ditutup dengan sepotong kayu.
- Penyakit
Penyakit utama yang paling merugikan
pada pertanaman pala di Indonesia adalah penyakit busuk kering dan busuk basah
yang disebabkan oleh jamur serta penyakit layu yang diduga disebabkan oleh
mikroorganisme.
1. Penyakit
busuk kering
Penyakit ini disebabkan oleh sejenis
jamur yaitu Stigmina myrtaceae. Gejala penyakit umumnya ditemukan pada buah
yang telah berusia 5 -
6 bulan ke atas. Pada buah yang terinfeksi akan diketemukan bercak coklat atau
hitam kehijauan dengan ukuran yang bervariasi. Serangan penyakit ini merupakan
bercak yang mengering, buah menjadi keras, dan pada permukaan kulit terbentuk
masa jamur berwarna hitam kehijauan, diikuti dengan pecahnya buah dan buah
kemudian gugur (Mandang-Sumaraw, 1985).
2. Penyakit busuk basah
Mandang-Sumaraw (1985) menyebutkan
bahwa penyebab penyakit ini adalah jamur Colletotrichum gloesporioides Penzig.
Penyakit ini muncul pada saat buahbuah hampir masak atau buah yang pecah kadang
ditemukan bersama-sama dengan serangan penyakit busuk kering. Pada buah yang
terinfeksi terjadi peribahan warna menjadi coklat, daging buah busuk, lunak dan
berair/kebasah-basahan. Bila gejala berkembang nampak buah seperti habis
dimasak air panas. Buah terserang pada pangkalnya, sehingga akan mudah gugur ke
tanah. Pengendalian kedua penyakit ini pada prinsipnya sama karena penyebab
kedua penyakit tersebut adalah jamur dan bagian yang terserang adalah buah.
Pendekatan yang dapat dilakukan adalah menghilangkan sumber inokulum, mengurangi kelembaban dan melindungi buah dengan penyemprotan fungisida. Menghilangkan inokulum dapat dilakukan dengan cara membenamkan buah-buah yang sakit/terserang ke dalam tanah. Mengurangi kelembaban kebun dengan mempergunakan jarak tanam yang lebar misalnya 10 x 10 meter, pembersihan tumbuhan pengganggu disekitar tanaman, mengurangi tanaman pelindung, serta kalau perlu melakukan pemangkasan cabang dan ranting yang saling persentuhan, serta penyemprotan dengan fungisida Delsene MX-200, pada musim hujan.
Pendekatan yang dapat dilakukan adalah menghilangkan sumber inokulum, mengurangi kelembaban dan melindungi buah dengan penyemprotan fungisida. Menghilangkan inokulum dapat dilakukan dengan cara membenamkan buah-buah yang sakit/terserang ke dalam tanah. Mengurangi kelembaban kebun dengan mempergunakan jarak tanam yang lebar misalnya 10 x 10 meter, pembersihan tumbuhan pengganggu disekitar tanaman, mengurangi tanaman pelindung, serta kalau perlu melakukan pemangkasan cabang dan ranting yang saling persentuhan, serta penyemprotan dengan fungisida Delsene MX-200, pada musim hujan.
3. Penyakit Layu
Diduga penyebab penyakit layu ini
adalah Mikroorganisme patogenik didukung oleh keadaan lingkungan yang sangat
lembab. Gejala nampak pada daun, daun menguning dan layu dari pucuk bagian
atas, berlanjut dari satu cabang ke cabang lain kemudian gugur seluruhnya dan
tanaman mati meranggas. Jika akarnya dibongkar terlihat warna hitam kecoklatan.
Secara keseluruhan gejala ini mirip dengan gejala BPKC pada tanaman cengkeh
(Asman, et al., 1992). Penanggulangan yang dapat dianjurkan antara lain,
mengurangi kelembaban kebun dengan memotong tanaman liar sehingga sinar
matahari cukup masuk diantara tanaman pala. Membuat saluran drainase sekeliling
kebun agar air tidak menggenang, memusnahkan tanaman yang terserang serta
penyemprotan fungisida Dithane M-45, Benlite, Difolatan 4f.
4. Penyakit lain
Penyakit lain yang menyerang tanaman
pala dalam skala kecil dan sporadic serta secara eknomis nilai kerusakan\nya
relatif kecil antara lain penyakit antrachnosa pada daun dan benang putih.
Penanggulangan terhadap kedua jenis penyakit ini adalah sama yaitu mengurangi
kelembaban kebun, memotong dan memusnahkan ranting yang terinfeksi, serta
penyemprotan dengan fungisida.
E. Panen
Tanaman pala mulai berbuah pada umur
7 - 8 tahun dan pada umur 10 tahun
dapat berproduksi secara menguntungkan. Tanaman pala hasil grafting dapat
berbuah umur 4 -
5 tahun sedang tanaman hasil cangkokan berbuah umur 3 - 4 tahun. Produksi tanaman pala
terus meningkat dan pada umur 25 tahun mencapai produksi tertinggi dan dapat
terus berproduksi sampai umur 60 - 70 tahun. Dalam satu tahun pala dapat dipanen dua kali.
Umumnya buah pala telah dapat dipanen setelah cukup tua, umur buah + 6 bulan sejak dari bunga. Tanda-tanda buah pala yang sudah cukup tua adalah jika sebahagian buah pala dari suatu pohon sudah merekah.
Umumnya buah pala telah dapat dipanen setelah cukup tua, umur buah + 6 bulan sejak dari bunga. Tanda-tanda buah pala yang sudah cukup tua adalah jika sebahagian buah pala dari suatu pohon sudah merekah.
Cara pemanenan buah pala dapat
dilakukan dengan menggunakan galah yang pada bagian ujungnya diberi keranjang
atau dengan cara memetik langsung dengan cara menaiki batang dan memilih
buah-buah yang telah betul-betul tua. Buah yang telah dipetik segera dibelah,
dipisahkan daging buah, biji dan fulinya. Biji pala dan fulinya segera dijemur
untuk menghindari serangan hama dan penyakit yang dapat mengurangi mutunya.
II. 5. PENGOLAHAN DAN
PENGANEKARAGAMAN HASIL
Buah pala terdiri atas daging buah
(pericarp) dan biji yang terdiri atas fuli, tempurung dan daging biji. Fuli
adalah serat tipis (areolus) berwarna merah atau
kuning muda, berbentuk selaput berlubang-lubang seperti jala yang terdapat antara daging dan biji pala. Menurut Somaatmadja (1984), dari buah pala segar dihasilkan daging buah sebanyak 83.3 %, fuli 3.22 %, tempurung biji 3.94 %, dan daging biji sebanyak 9.54 %.
kuning muda, berbentuk selaput berlubang-lubang seperti jala yang terdapat antara daging dan biji pala. Menurut Somaatmadja (1984), dari buah pala segar dihasilkan daging buah sebanyak 83.3 %, fuli 3.22 %, tempurung biji 3.94 %, dan daging biji sebanyak 9.54 %.
Pemanfaatan buah pala secara optimal
serta dilakukannya usaha-usaha
penganekaragaman bentuk produk pala yang dipasarkan sangat penting sehingga pendapatan petani pala tidak hanya tergantung dari penjualan biji pala saja. Selain peningkatan nilai tambah bagi usaha pemanfaatan buah pala secara optimal akan meningkatkan daya tahan petani pala terhadap perubahan harga biji pala akhirakhir ini. Semua bagian buah pala dapat dijadikan bahan olahan yang mempunyai nilai ekonomis. Biji dan fuli pala kering merupakan dua bentuk komoditas pala di pasar intenasional, keduanya dapat diolah menjadi minyak pala yang memberikan nilai tambah, sedangkan daging buahnya dapat dibuat berbagai macam produk pangan seperti manisan pala, sari buah, selai pala, chutney dan jelli.
penganekaragaman bentuk produk pala yang dipasarkan sangat penting sehingga pendapatan petani pala tidak hanya tergantung dari penjualan biji pala saja. Selain peningkatan nilai tambah bagi usaha pemanfaatan buah pala secara optimal akan meningkatkan daya tahan petani pala terhadap perubahan harga biji pala akhirakhir ini. Semua bagian buah pala dapat dijadikan bahan olahan yang mempunyai nilai ekonomis. Biji dan fuli pala kering merupakan dua bentuk komoditas pala di pasar intenasional, keduanya dapat diolah menjadi minyak pala yang memberikan nilai tambah, sedangkan daging buahnya dapat dibuat berbagai macam produk pangan seperti manisan pala, sari buah, selai pala, chutney dan jelli.
a. Biji
dan fuli kering
Untuk dijadikan bahan yang dapat
diekspor, biji dan fuli pala perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Proses
pengolahan dimulai dengan melepaskan biji dari dagingnya, fuli yang membungkus
biji dilepas dengan jalan memipil mulai dari ujung. Pengeringan biji dan fuli
dapat dilakukan dengan penjemuran atau menggunakan alat pengering.
Secara tradisional biji pala dijemur
dengan memakai alas tikar atau lantaim semen dibawah sinar matahari. Yang harus
diperhatikan dalam penjemuran adalah lamanya pengeringan harus tepat.
Pengeringan yang terlalu cepat dengan panas yang tinggi mengakibatkan biji
menjadi pecah. Biji yang telah cukup kering adalah yang telah terlepas dari
bagian cangkangnya dengan kadar air 8 - 10 %. Sedangkan pengeringan fuli dengan bantuan sinar
matahari dilakukan secara perlahan-lahan selama beberapa jam, kemudian dikering
anginkan. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai fuli menjdi kering. Cara
pengeringan semacam ini dapat menghasilkan fuli yang kenyal (tidak rapuh) dan
bermutu tinggi.
b. Minyak
pala
Biji pala dan fuli dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku minyak pala. Minyak pala biasanya disuling dari
biji pala berumur 3 -
4 bulan dengan rendemen minyaknya 6 - 17 %. Biji pala yang tua, rendemennya lebih rendah 8 - 13 %. Penyulingan biji pala dan
fuli dapat dilakukan dengan sistem uap bertekanan rendah (+ 1 atmosfer) atau dilakukan secara
dikukus. Untuk tingkat pengrajin, penyulingan secara pengukusan lebih
memungkinkan karena investasinya lebih murah. Biji pala yang akan disuling
digiling terlebih dahulu, untuk memudahkan keluarnya minyak atsiri dari bahan.
Penyulingan biji pala dengan kapasitas besar hendaknya bahan di
dalam ketel disusun secara difraksi (diberi antara) agar uap air dapat berpenetrasi dengan merata, dengan demikian penyulingan akan lebih singkat dan rendemennya lebih tinggi. Penyulingan cara itu membutuhkan waktu 8 jam dengan rendemen minyak 13.33 %, sedang tanpa difraksi membutuhkan waktu 10 jam dengan rendemen minyak 12.98 % (Hernani dan Risfaheri, 1990).
dalam ketel disusun secara difraksi (diberi antara) agar uap air dapat berpenetrasi dengan merata, dengan demikian penyulingan akan lebih singkat dan rendemennya lebih tinggi. Penyulingan cara itu membutuhkan waktu 8 jam dengan rendemen minyak 13.33 %, sedang tanpa difraksi membutuhkan waktu 10 jam dengan rendemen minyak 12.98 % (Hernani dan Risfaheri, 1990).
Untuk penyulingan fuli pala tidak
perlu fulinya dihancurkan sebelum disuling. Kadar minyak atsiri dari fuli yang
masih muda yang berwarna keputih-putihan berkisar 7 - 18 % (Rismunandar, 1987).
Penampakan minyak pala dan fuli hamper sama, keduanya berwarna jernih hingga
kuning pucat dan mempunyai susunan kimia yang sama.
c. Oleoresin
dan mentega pala
Oleoresin terdiri dari minyak atsiri
dan resin serta komponen-komponen pembentuk flavor lainnya (senyawa-senyawa)
yang tidak mudah menguap yang menentukan rasa khas pala. Tahap-tahap pembuatan
oleoresin adalah persiapan bahan, ekstraksi dengan pelarut organik dan
pengambilan kembali pelarut organik.
Menurut Somaatmadja (1984),
ekstraksi pala langsung dengan etanol dingin dapat menghasilkan 18 - 26 % oleoresin dan hasil tersebut
didinginkan dan disaring. Oleoresin yang dihasilkan menjadi 10 - 12 %, sisanya adalah lemak
trimiristin yang disebut mentega pala. Bila digunakan pelarut benzena,
oleoresin pala yang dihasilkan sebelum dilakukan penyaringan mencapai 31 - 37 %. Pada pembuatan oleoresin
fuli, fuli yang di ekstrak dengan petroleum eter dapat menghasilkan 27 - 32 % oleoresin yang mengandung 8.5 - 22 % minyak atsiri. Ekstraksi
dengan etanol panas dapat menghasilkan 22 - 27 % oleoesin dan hasil tersebut didinginkan dan disaring.
Oleoresin yang dihasilkan menjadi 1 - 13 % dan sisa yang terpisah berupa mentega fuli. Lemak pala
juga dapat diekstrak dengan hotpress karena kadar lemaknya cukup tinggi (29 - 40 %), lemak ini dapat disebut
sebagai mentega pala (Somaatmadja, 1984).
d. Daging
buah pala
Daging buah pala dapat diolah
menjadi berbagai macam produk pangan seperti manisan pala, sari buah, selai
pala, chutney dan jelli. Manisan pala biasanya menggunakan buah pala yang masih
muda, sedangkan untuk bentuk olahan lainya dapat digunakan daging buah pala
yang telah masak.
Ada dua macam manisan pala yaitu
manisan basah dan manisan kering. Manisan basah dibuat dengan cara merendam
daging buah pala dalam larutan garam selama + 1/2 hari untuk menarik kotoran dan
getahnya, lalu dicuci bersih. Kemudian direndam dalam gula pasir sehingga
keluar cairan. Cairan tersebut dipisahkan kemudian dikentalkan dengan
penambahan gula. Selanjutnya buah pala direndam kembali dalam cairan gula
tersebut. Untuk membuat manisan kering, daging buah pala yang telah bersih
direndam dalam gula pasir kemudian dijemur sampai kering.
blog ini punya siapa, pengen tahu namanya?
ReplyDelete